Rabu, 21 Januari 2009
Sabtu, 10 Januari 2009
Kadir, Mantan Residivis Mencoba Hidup Baru (2)
Keluar dari penjara membuat hidupnya kembali menggelandang. Stres tak punya kerja, ia hampir saja menjual anak-anaknya. Untungnya, dia terpilih dari puluhan pendaftar mengikuti program Gerakan Pembangunan Pengentasan Masyarakat Miskin (Gerbang Taskin).
Laporan: Naim Muhammad
Setelah melewati beberapa tanjakan, perumahan masyarakat miskin di Jalan Peternakan, bekas kandang babi di Kelurahan Lemoe, Kecamatan Bacukiki baru bisa dijumpai.
Jalan menuju ke sana masih banyak yang berlubang. Jarak dari pusat Kota Parepare ke wilayah ini sekitar 3 kilometer.
Siang itu, Kadir, mantan residivis itu baru saja pulang dari Pasar Lakessi tempatnya sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir. Ia tengah berbaring di atas lantai rumahnya saat PARE POS mendatanginya awal pekan lalu. Dulu, saat masih berada di dunia hitam, ia akrab dipanggil Sangkelu. "Saya ingin menjalani hidup baru di sini, di rumah miskin ini," kata Abd Kadir Kamma, nama lengkapnya.
Rumahnya tepat di pojok di deretan rumah kedua Kompleks Gerbang Taskin. Luasnya 3,5 x 8 meter2. Lantainya keramik putih. Kamar tidurnya hanya satu. Tepat di samping rumahnya terdapat petenakan ayam milik salah satu pengusaha di Parepare.
Kadir mengatakan, saat ini hidup bersama keluarganya di perumahan rakyat miskin yang jauh dari kota membuatnya lebih baik. "Kalau di kota mungkin nyawa saya lebih terancam," ungkapnya.
Di Gerbang Taskin, Kadir dipercaya menjadi ketua RT dan pimpinan kelompok tani di sana. Awalnya, hanya Kadir yang berani tinggal di bekas kandang babi, tahun 2008 lalu itu. Kini satu per satu warga miskin yang telah didata ikut tinggal di sana. Sekarang sebanyak 25 kepala keluarga (KK) bermukim di sana.
"Orang-orang nanya, kok beraninya mau tinggal di sini," kata Kadir.
Kadir sebelumnya adalah bekas bos perampok yang memiliki wilayah "jajahan" mulai dari Polmas, sekarang Polman, sampai ke Palu.
Namun sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Seperti pepatah itu, sejago-jagonya Kadir yang saat itu dipanggil Sangkelu menyembunyikan diri, toh akhirnya ia tertangkap juga. Kadir menceritakan, masuk di dunia hitam tak pernah ia
pikirkan. Karena kehidupan di pasar yang tanpa perhatian membuatnya hidup menggelandang. Ia sedari kecil sudah masuk dalam geng BJL (bajak laut) sebutan bagi anak-anak penjual ikan. Pernah pula ia hidup di tengah komunitas penjaja seks
komersil di Kali Jodo, Jakarta. Kadir mengatakan, anak-anak jalanan yang ada saat ini akan tumbuh seperti dirinya jika tidak ada perhatian pemerintah dan lembaga masyarakat lainnya. Kadir mengusulkan agar mereka dibuatkan rumah penampungan dan difasilitasi relawan-relawan untuk memberi mereka bekal pengetahuan dan keterampilan.
"Mereka itu butuh rumah untuk tidur, butuh pendidikan, kalau tidak mereka akan orang-orang yang meresahkan," katanya.
Dengan memiliki rumah, Kadir juga sudah dekat dengan anak-anaknya. Ia berharap anak-anaknya kelak menjadi orang yang berguna. Anak tertua Kadir, Kartini kini duduk di sekolah menengah pertama (SMP). Yang lain masih SD. Semua biaya sekolah anak-anak Kadir termasuk anak-anak miskin lainnya di Gerbang Taskin ditanggung pemerintah.
Selain bantuan rumah tinggal, warga pemukiman Gerbang Taskin juga diberi bantuan sapi. Setiap KK kini memelihara lima ekor sapi dari bantaun Pemerintah Kota(Pemkot) Parepare dan Pemkot Makassar.
"Ternyata, jika benda berharga kita diambil orang, hati kita begitu terluka. Saya baru merasakan itu semua di sini," akunya.
Kadir merasa bersyukur, dengan bantuan ini ia bisa kembali menata hidupnya. Tinggal bersama keluarga dan mendapat kepercayaan memimpin warga di sekitarnya. "Saya istilahkan sekarang, dari nol koma nol menata hidup lagi," tandasnya.
Selengkapnya...
Kadir, Mantan Residivis Mencoba Hidup Baru (1)
Ia masih ingat ketika dirinya pertama kali ditangkap di Pasar Wonomulyo Polmas, 2004 lalu. Saat itu ia menjadi orang nomor satu yang diburu para petugas kepolisian karena kasus perampokan. Setelah beberapa kali ia melakukan aksinya, baru kali itu ia apes.
Laporan: Naim Muhammad
Pasar Wonomulyo saat itu sedang ramai. Sangkelu tengah menikmati langsat saat beberapa petugas kepolisian mendatanginya. Di dunia hitam ia dipanggil Sangkelu.
"Kamu Sangkelu" kata petugas.
"Ya, ada apa pak," kata Sangkelu.
Polisi itu lalu meminta Abd Kadir Kamma alias Sangkelu, untuk ikut. Perasaan Kadir mulai tidak enak. Ia mengikut saja. Sejurus kemudian, insting Kadir menyala.
Pasti ada yang tidak beres pikir Kadir. Saat berjalan, Kadir melihat ada beberapa orang yang membawa kamera. Polisi memintanya masuk ke dalam sebuah mobil dan membawanya ke sebuah tempat. Dua anggotanya rupanya sudah diringkus. Satu orang mukanya berlumur darah. "Dari orang saya itu, saya akhirnya diringkus," ungkap Sangkelu.
Dua tahun ia mendekam dalam penjara di Polmas. Menurutnya, penjara membuat orang-orang kehilangan hak dan kebebasannya sebagai manusia. Sangkelu mengatakan setiap preman pasti takut masuk penjara. Kehidupan penjara rupanya juga penuh dengan kekerasan. Siapa kuat ia berkuasa. Namun, yang paling menakutkan bagi penghuni penjara adalah kandang macan.
Kandang macan adalah sebutan bagi terali besi tempat tahanan berukuran sekitar 1x1,5 meter2. Ruangan itu tidak bercahaya. Yang masuk ke sana, kata Kadir, pasti hilang kebebasannya. Beberapa kali ia masuk ke sana karena kasus perkelahian sesama napi.
"Yang masuk ke situ tidak bisa lihat cahaya, tidak bisa ketemu pembesuk, pakaian hanya celana dalam, tanpa komunikasi dengan orang di dalam," ungkapnya.
Kadir memang besar di dunia hitam. Ayahnya pernah dikenal sebagai raja judi. Ia ditinggalkan ayahnya saat usianya masih empat bulan dalam kandungan. Ia sudah banyak melakukan aksi-aksi kejahatan terutama perampokan. Sasarannnya mulai dari Polmas(sekarang Sulbar) sampai Palu, Sulteng.
Saat masih kecil dulu ia sudah masuk ke geng-geng dunia hitam. Dia mengaku pernah jadi BT (pabote), CV Dua Jari (untuk mencuri) dengan memperagakan dua jari telunjuk dan tengahnya mengambil uang di kantong.Pernah juga ia masuk geng BJL (bajak laut), geng sebutan bagi para penjual ikan di Pasar Lakessi.
Saat umur 15 tahun, ia pergi merantau dengan menumpang kapal kayu menuju Kalimantan.
Ia menuju Bada Empat yang terkenal tempat lokalisasi di Bontang, Kaltim. Dua tahun ia di sana lalu kembali lagi ke Parepare.
Tidak lama di Parepare, ia lalu menuju Malaysia. Kerja di perusahaan kelapa sawit. Ia tidak betah, hanya delapan bulan di sana.
"Hidup tidak tenang, selalu diburu-buru karena tidak punya surat-surat," akunya.
Tak lama kemudian ia merantau lagi ke Jakarta. Dia masuk ke Kali Jodo, salah satu sarang dunia seks di Jakarta.
Lama ia di sana sebelum kembali ke Parepare dan membuat komplotan perampok sampai akhirnya ia tertangkap 2004. Tahun 2006, Sangkelu yang berbadan tinggi besar, berambut pendek, dan mata agak sipit ini pun lepas. Di lengan kanan dan kirinya ada tato. Lepas dari tahanan, ia kembali ke kota tempatnya besar, Parepare.
Ia kembali ke Pasar Lakessi. Bertemu anak-anak dan istrinya. Kini ia memakai nama
Abd Kadir Kamma.
Kehidupan setelah lepas dari tahanan membuatnya kembali dari nol. Tidak punya rumah, pekerjaan dan pastinya tak punya uang. Ia stres. Ia kalut. Kekalutannya membuat dia hampir saja menjual anak-anaknya. Kadir memiliki 10 anak dari empat istri.
"Sudah ada yang menawar saat itu, tapi teman mengingatkan saya. Saya begitu karena butuh uang," ungkap Kadir.
Sebelumnya, kehidupan bersama anak dan istrinya dilalui Kadir dengan perih. Anak-anaknya pernah dibiarkan tidur menggelandang seperti saat ia masih kecil dulu.
Kadir menceritakan anak-anaknya sering tidur beralaskan terpal di dalam los Pasar Lakessi untuk menghindari hujan. Pernah pula saat ia hidup menggelandang itu ia hampir membunuh Puja, anaknya. Saat itu ia sedang mabuk dan tangisan anaknya membuatnya pusing. "Itulah hidup saya yang menggelandang," kata Kadir.
Kadir kini hidup tenang bersama istrinya, Ida dan anak-anaknya berkat bantuan perumahan gratis dari program Gerbang Taskin Pemkot Parepare.
Selengkapnya...
Kamis, 08 Januari 2009
Cari tempat bermain dimana le' aaaa
Mencari tempat bermain yang baik bagi anak-anak enrekang dalam mengisi hari libur mereka sepertinya rada-rada sulit. Taman bermain yang dibuat dan pernah dilengkapi
beberapa alat permainan kini setengahnya diambil usaha. Oh..mau main dimana lagi le'aaaa.
Dulu saat masih kecil, saya biasa mandi disungai mata allo dekat rumah jabatan bupati. Dari situ pula kepala saya pernah terbentur sama dagu teman yang mumbuat kepala saya bocor. pernah pula saat menyelam, gigi saya terantuk batu. Cippe deh gigiku. Tapi itu dulu. Air sungai mata allo juga tidak seperti dulu lagi.
Sekarang, kebanyakan anak-anak menghabiskan waktunya bermain dipinggir jalan atawa main bongkar pasang dirumah. Tiap hari berlangsung begitu, menjemukan dan akhirnya tumbuh dengan begitu pula.
Apa memang memikirkan tempat untuk mereka tidak terlalu penting. Penting mana sih
membuat proyek monumental dibanding membangun sarana positif bagi tumbuh kembang mereka yaaaaa. Atawa... jangan-jangan tidak ada orang yang mau berpikir begitu. Alamak, sungguh sial hidupmu na'.
Sekarang ini, permainan ala outbound marak diminati anak-anak kota. Permainan ala
kampung bagi anak kota semakin menjamur. Kok dikampung kita yang untuk mencari lahan
untuk buat hal begitu saja sulit terwujud yaaaa. Padahal banyak tanah kosong yang
mungkin bisa disulap buat outbound seperti itu. Apalagi hutan kita dipinggiran kota masih banyak yang bisa disulap untuk buat seperti itu.
Tapi itu tadi....mungkin pada malas mikirnya. Pepatah mengatakan, biarkan saja mereka seperti itu, toh nanti besar sendiri mencari hidupnya.
Selengkapnya...
Sabtu, 03 Januari 2009
ABDI
Setelah menghabiskan banyak waktu dan langkah sok sibuk, Akhirnya berkas CPNS yang disyaratkan sudah masuk semua. Aku tinggal menunggu SK turun dan menjadi Abdi masyarakat. Menjadi PNS tak pernah terbayang dan akan kujalani.
Setiap orang tua yang ada dikampung menginginkan anaknya menjadiPNS.PNS katanya memberikan harapan hidup yang panjang, tanggungan pensiunnnya dapat membantu hidup dikala tua. " lebih baik itu dari pada harus banting tulang menjadi wartawan yang tak jelas masa depannnya," ungkap ibuku suatu waktu.
Setelah lulus dari kampus, aku menggeluti dunia kewartawanan. Dunia yang kunikmati walaupun mendapat gaji yang pas-pasan. Dulu waktu dipedoman, aku mendapat honor tulisan sekitar 200 sampai tiga ratus ribu perbulannnya. Setelah Pedoman kolaps, aku mendaftar di Parepos sebelum akhirnya aku mendaftar menjadi CPNS.
Parepos banyak memberiku warna. Setahun menjadi koresponden di Enrekang membuatku berontak hingga suatu saat saat Upeks membuka lowongan aku mendaftar disana. Namun apa daya, aku tidak lulus. Pendaftaranku di Upeks dicap petinggi Parepos sebagai sikap tidak loyal, aku diskorsing beberapa hari sebelum aku diterima kembali dan menetap di Parepare setelah Idul Fitri. Di parepare inilah aku banyak menulis laporan-laporan panjang.Laporan yang mencari bentuk dan mencari khas parepos.
Cap tidak loyal yang disandangkan padaku ingin aku rubah dengan bekerja tanpa keluhan dan menunjukkan prestasi. Aku mulai dipercaya menulis sekaligus foto-fotoku juga banyak diapresiasi teman-teman. Sampai bulan desember ini, sudah tiga bulan lamanya aku tugas di parepare. Gaji yang kuterimapun mulai sedikit demi sedikit naik. Terakhir aku mendapat gaji enam ratus tiga puluh tiga ribu rupiah. Sebelumnya, aku pernah mendapat gaji tujuh ratus, gaji yang tertinggi yang kudapat selama ini.
Bulan Desember, lowongan CPNS pun terbuka. Orangtuaku berharap aku memasukkan berkas. Formasi jurusanku memang ada sebagai perencana ekonomi rakyat. Latar belakang adalah mahasiswa manajemen komunkasi bisnis dan penyuluhan. Jurusan yang sangat membingungkan bagi banyak orang saat mendengarnya. Kami mahasiswa Ikopin pun menang dari dulu apriori terhadap masa depan kami dengan menyandang sarjana Koperasi. Tapi adanya formasi itu membuat harapan langkah itu kembali menyala. Tidak mungkin tahun depan akan ada kesempatan lagi. Sekarang mungkin memang lagi jodohnya.
Dan benar, setelah mengikuti tes dan menunggu beberapa hari, namaku tercantum dan keterima menjadi CPNS. Kedepan hari-hariku akan banyak diisi dengan aktifitas sebagai seorang Abdi Negara.
Selengkapnya...