Sabtu, 10 Januari 2009

Kadir, Mantan Residivis Mencoba Hidup Baru (1)

Ia masih ingat ketika dirinya pertama kali ditangkap di Pasar Wonomulyo Polmas, 2004 lalu. Saat itu ia menjadi orang nomor satu yang diburu para petugas kepolisian karena kasus perampokan. Setelah beberapa kali ia melakukan aksinya, baru kali itu ia apes.

Laporan: Naim Muhammad

Pasar Wonomulyo saat itu sedang ramai. Sangkelu tengah menikmati langsat saat beberapa petugas kepolisian mendatanginya. Di dunia hitam ia dipanggil Sangkelu.

"Kamu Sangkelu" kata petugas.

"Ya, ada apa pak," kata Sangkelu.

Polisi itu lalu meminta Abd Kadir Kamma alias Sangkelu, untuk ikut. Perasaan Kadir mulai tidak enak. Ia mengikut saja. Sejurus kemudian, insting Kadir menyala.
Pasti ada yang tidak beres pikir Kadir. Saat berjalan, Kadir melihat ada beberapa orang yang membawa kamera. Polisi memintanya masuk ke dalam sebuah mobil dan membawanya ke sebuah tempat. Dua anggotanya rupanya sudah diringkus. Satu orang mukanya berlumur darah. "Dari orang saya itu, saya akhirnya diringkus," ungkap Sangkelu.

Dua tahun ia mendekam dalam penjara di Polmas. Menurutnya, penjara membuat orang-orang kehilangan hak dan kebebasannya sebagai manusia. Sangkelu mengatakan setiap preman pasti takut masuk penjara. Kehidupan penjara rupanya juga penuh dengan kekerasan. Siapa kuat ia berkuasa. Namun, yang paling menakutkan bagi penghuni penjara adalah kandang macan.

Kandang macan adalah sebutan bagi terali besi tempat tahanan berukuran sekitar 1x1,5 meter2. Ruangan itu tidak bercahaya. Yang masuk ke sana, kata Kadir, pasti hilang kebebasannya. Beberapa kali ia masuk ke sana karena kasus perkelahian sesama napi.

"Yang masuk ke situ tidak bisa lihat cahaya, tidak bisa ketemu pembesuk, pakaian hanya celana dalam, tanpa komunikasi dengan orang di dalam," ungkapnya.

Kadir memang besar di dunia hitam. Ayahnya pernah dikenal sebagai raja judi. Ia ditinggalkan ayahnya saat usianya masih empat bulan dalam kandungan. Ia sudah banyak melakukan aksi-aksi kejahatan terutama perampokan. Sasarannnya mulai dari Polmas(sekarang Sulbar) sampai Palu, Sulteng.

Saat masih kecil dulu ia sudah masuk ke geng-geng dunia hitam. Dia mengaku pernah jadi BT (pabote), CV Dua Jari (untuk mencuri) dengan memperagakan dua jari telunjuk dan tengahnya mengambil uang di kantong.Pernah juga ia masuk geng BJL (bajak laut), geng sebutan bagi para penjual ikan di Pasar Lakessi.

Saat umur 15 tahun, ia pergi merantau dengan menumpang kapal kayu menuju Kalimantan.
Ia menuju Bada Empat yang terkenal tempat lokalisasi di Bontang, Kaltim. Dua tahun ia di sana lalu kembali lagi ke Parepare.

Tidak lama di Parepare, ia lalu menuju Malaysia. Kerja di perusahaan kelapa sawit. Ia tidak betah, hanya delapan bulan di sana.

"Hidup tidak tenang, selalu diburu-buru karena tidak punya surat-surat," akunya.

Tak lama kemudian ia merantau lagi ke Jakarta. Dia masuk ke Kali Jodo, salah satu sarang dunia seks di Jakarta.

Lama ia di sana sebelum kembali ke Parepare dan membuat komplotan perampok sampai akhirnya ia tertangkap 2004. Tahun 2006, Sangkelu yang berbadan tinggi besar, berambut pendek, dan mata agak sipit ini pun lepas. Di lengan kanan dan kirinya ada tato. Lepas dari tahanan, ia kembali ke kota tempatnya besar, Parepare.
Ia kembali ke Pasar Lakessi. Bertemu anak-anak dan istrinya. Kini ia memakai nama
Abd Kadir Kamma.

Kehidupan setelah lepas dari tahanan membuatnya kembali dari nol. Tidak punya rumah, pekerjaan dan pastinya tak punya uang. Ia stres. Ia kalut. Kekalutannya membuat dia hampir saja menjual anak-anaknya. Kadir memiliki 10 anak dari empat istri.

"Sudah ada yang menawar saat itu, tapi teman mengingatkan saya. Saya begitu karena butuh uang," ungkap Kadir.

Sebelumnya, kehidupan bersama anak dan istrinya dilalui Kadir dengan perih. Anak-anaknya pernah dibiarkan tidur menggelandang seperti saat ia masih kecil dulu.
Kadir menceritakan anak-anaknya sering tidur beralaskan terpal di dalam los Pasar Lakessi untuk menghindari hujan. Pernah pula saat ia hidup menggelandang itu ia hampir membunuh Puja, anaknya. Saat itu ia sedang mabuk dan tangisan anaknya membuatnya pusing. "Itulah hidup saya yang menggelandang," kata Kadir.

Kadir kini hidup tenang bersama istrinya, Ida dan anak-anaknya berkat bantuan perumahan gratis dari program Gerbang Taskin Pemkot Parepare.

Tidak ada komentar: