Keluar dari penjara membuat hidupnya kembali menggelandang. Stres tak punya kerja, ia hampir saja menjual anak-anaknya. Untungnya, dia terpilih dari puluhan pendaftar mengikuti program Gerakan Pembangunan Pengentasan Masyarakat Miskin (Gerbang Taskin).
Laporan: Naim Muhammad
Setelah melewati beberapa tanjakan, perumahan masyarakat miskin di Jalan Peternakan, bekas kandang babi di Kelurahan Lemoe, Kecamatan Bacukiki baru bisa dijumpai.
Jalan menuju ke sana masih banyak yang berlubang. Jarak dari pusat Kota Parepare ke wilayah ini sekitar 3 kilometer.
Siang itu, Kadir, mantan residivis itu baru saja pulang dari Pasar Lakessi tempatnya sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir. Ia tengah berbaring di atas lantai rumahnya saat PARE POS mendatanginya awal pekan lalu. Dulu, saat masih berada di dunia hitam, ia akrab dipanggil Sangkelu. "Saya ingin menjalani hidup baru di sini, di rumah miskin ini," kata Abd Kadir Kamma, nama lengkapnya.
Rumahnya tepat di pojok di deretan rumah kedua Kompleks Gerbang Taskin. Luasnya 3,5 x 8 meter2. Lantainya keramik putih. Kamar tidurnya hanya satu. Tepat di samping rumahnya terdapat petenakan ayam milik salah satu pengusaha di Parepare.
Kadir mengatakan, saat ini hidup bersama keluarganya di perumahan rakyat miskin yang jauh dari kota membuatnya lebih baik. "Kalau di kota mungkin nyawa saya lebih terancam," ungkapnya.
Di Gerbang Taskin, Kadir dipercaya menjadi ketua RT dan pimpinan kelompok tani di sana. Awalnya, hanya Kadir yang berani tinggal di bekas kandang babi, tahun 2008 lalu itu. Kini satu per satu warga miskin yang telah didata ikut tinggal di sana. Sekarang sebanyak 25 kepala keluarga (KK) bermukim di sana.
"Orang-orang nanya, kok beraninya mau tinggal di sini," kata Kadir.
Kadir sebelumnya adalah bekas bos perampok yang memiliki wilayah "jajahan" mulai dari Polmas, sekarang Polman, sampai ke Palu.
Namun sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Seperti pepatah itu, sejago-jagonya Kadir yang saat itu dipanggil Sangkelu menyembunyikan diri, toh akhirnya ia tertangkap juga. Kadir menceritakan, masuk di dunia hitam tak pernah ia
pikirkan. Karena kehidupan di pasar yang tanpa perhatian membuatnya hidup menggelandang. Ia sedari kecil sudah masuk dalam geng BJL (bajak laut) sebutan bagi anak-anak penjual ikan. Pernah pula ia hidup di tengah komunitas penjaja seks
komersil di Kali Jodo, Jakarta. Kadir mengatakan, anak-anak jalanan yang ada saat ini akan tumbuh seperti dirinya jika tidak ada perhatian pemerintah dan lembaga masyarakat lainnya. Kadir mengusulkan agar mereka dibuatkan rumah penampungan dan difasilitasi relawan-relawan untuk memberi mereka bekal pengetahuan dan keterampilan.
"Mereka itu butuh rumah untuk tidur, butuh pendidikan, kalau tidak mereka akan orang-orang yang meresahkan," katanya.
Dengan memiliki rumah, Kadir juga sudah dekat dengan anak-anaknya. Ia berharap anak-anaknya kelak menjadi orang yang berguna. Anak tertua Kadir, Kartini kini duduk di sekolah menengah pertama (SMP). Yang lain masih SD. Semua biaya sekolah anak-anak Kadir termasuk anak-anak miskin lainnya di Gerbang Taskin ditanggung pemerintah.
Selain bantuan rumah tinggal, warga pemukiman Gerbang Taskin juga diberi bantuan sapi. Setiap KK kini memelihara lima ekor sapi dari bantaun Pemerintah Kota(Pemkot) Parepare dan Pemkot Makassar.
"Ternyata, jika benda berharga kita diambil orang, hati kita begitu terluka. Saya baru merasakan itu semua di sini," akunya.
Kadir merasa bersyukur, dengan bantuan ini ia bisa kembali menata hidupnya. Tinggal bersama keluarga dan mendapat kepercayaan memimpin warga di sekitarnya. "Saya istilahkan sekarang, dari nol koma nol menata hidup lagi," tandasnya.
Sabtu, 10 Januari 2009
Kadir, Mantan Residivis Mencoba Hidup Baru (2)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar