Minggu, 16 Desember 2007

Komunitas Anak Galeri Pintar.


Sudah seminggu ini setiap sore dan malam, anak-anak sekitar rumah selalu berkumpul. Awalnya mereka hanya empat orang, lalu bertambah dan kini sudah sekitar 15 orang yang suka berkumpul.

“Kami ingin belajar lagi, belajar mewarnai dan bahasa inggris,” Kata mereka.

Selama ini mereka banyak menghabiskan waktu mereka dijalan, main, main dan main setelah pulang dari sekolah. Saat ku Tanya tentang ranking mereka disekolah, jarang ada yang berprestasi.

Keinginan mereka untuk belajar sangat kuat. Hampir tiap saya ada dirumah – dan memang saat ini saya sering dirumah karena belum dapat kerja – mereka selalu ingin belajar.

Hari pertama, sabtu (8/12) sore hari , saya beri mereka pelajaran origami. Salah satu anak, Ricky namanya saya ajak ke internet untuk cari referensi, - maklum saya juga belum tahu origami, tapi semangat mereka membuat saya ingin memberi – dan saat dimulai, mulailah semua keranjingan ingin belajar.

Minggu pagi (9/12), jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, Piang, yang biasa dipanggil kate karena badannya kecil, sudah ngebangunin. “ Om naim, ayo kita belajar lagi,” Katanya. Kate ini sudah kelas lima tapi belum lancar membaca dan pernah tinggal kelas, tapi kalo urusan ngumpulin orang nomor satu semangatnya.

Pagi itu, aku ceritakan mereka tentang asal usul nama enrekang dan asal usul dua gunung yang terkenal di enrekang yaitu Buttu (gunung) kabobong dan Buttu Bamba puang, setalah itu aku tugaskan mereka untuk menyalinnya kembali. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00, tapi semangat mereka malah bertambah, makan aja sudah tak dipikirin lagi. Aku harap dengan memberi mereka bebab menghafal mereka akan surut, nyatanya mereka minta lagi.

“ Ayo, tanya kami lagi dong,” Kata Nur yang sudah kelas enam. Nur ini cukup cerdas saat ini dikelompok.

Aku beri mereka hafalan menteri-menteri yang ada saat ini. Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Tetap saja mereka lupa makan. Tak ada jadwal makan siang dikepala mereka. Setelah aku janjikan kalau sore nanti aku akan ajak mereka menggmbar rumah bupati barulah mereka pulang. Aku cukup lega, ingin istirahat sebentar pikirku.

Namun, apa yang terjadi ?, mereka rupanya hanya pulang menyiapkan diri untuk menggambar, ganti baju, dan lima belas menit kemudian, mereka datang lagi. Dan Kate yang pertama. “Om, tas saya sudah ada didepan, jam berapa kita pergi ?” Katanya mengganguku di Kasur, Padahal mataku sudah mau tidur.

Anak-anak ini memang haus, haus apa saja. Hujan yang turun saat berangkat tidak menyurutkan niat mereka. “ Kalo perlu main hujan-hujan aja dari pada tidak sampai rumah bupati,” Kata Ricky.

Menggambar rumah bupati dari dekat membuat mereka senang sekali. Ada salah satu orang tua anak yang sampai bingung karena anaknya juga memaksa ingin ikut. Anak itu masih kelas satu SD, Pito dipanggilnya. Dijalanpun orang-orang pada nanya melihat mereka heboh sekali bergerombol, membawa tas, ada yang pakai sepatu, lengkap sepeti ingin tamasya. Tapi mereka cuek saja, sama seperti aku, tetap cuek ditengah mereka.

Gerombolan kami memang banyak menyedot perhatian orang, jarang-jarang mereka melihat ada gerombolan anak yang seperti ini. Kalaupun ada anak-anak, paling anak-anak sekitar rumah mereka yang lagi bermain. Tapi gerombolan kami ini berbeda.

Semangat anak ini memaksaku untuk mencarikan mereka cara agar tidak patah. Tiap hari aku ke Internet mencari referensi tentang komunitas anak untuk mengaplikasi kegiatanya. Aku dulu sudah banyak melihat program Tobucil dan Rumah Dunia, Inilah yang aku gabung dalam Komunitas ini ditambah sedikit pengetahuan Outbound yang pernah aku pelajari.

Selasa kemarin, (11/12) Kami memproklamirkan diri sebagai Komunitas Gelari Anak Pintar (KGAP). Tekad kami ingin menjadi anak Pintar, Berani, Kreatif, Terampil, dan Jujur. Di Komunitas ini ada Galeri Sains (matematika, Bahasa inggris), Galeri Warna (mewarnai, menggambar ), Galeri Trampil (origami), Galeri Ide (membaca,mengarang, bercerita) dan Galeri wisata.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tos gaduh pasukan deui a..

Anonim mengatakan...

assu mane, napa na jadi biccung i dadang?