Rabu, 10 Desember 2008

EVA, Anak Yang Suka Menghirup Jeriken Minyak Tanah (1)


Mendung masih menggantung. Jam menunjukkan pukul 11.00 Wita. Eva (2) dan ibunya, Suarni (60), bergegas dari sumur tempatnya mandi menuju rumahnya. Fajar, mengabarkan pada mereka, PAREPOS ingin bertemu.

Fajar bersama temannya, Ahmad adalah dua pemuda Desa Ujung Indah, Pallanro, Kecamatan Mattirotasi, Kabupaten Barru yang berbaik hati mengantar dan menunjukkan rumah Eva, Rabu 10 Desember. Ujung indah adalah kampung tempat eva dilahirkan.

Eva, bocah dua tahun itu sempat dilarikan kerumah sakit beberapa waktu lalu karena kebiasaannya menghirup bau minyak tanah di jeriken. Dadanya Sesak. Beruntung nyawanya masih terselamatkan.

Setelah bertemu Eva dan ibunya, kedua pemuda itupun berlalu. Penulis tak lupa mengucap terima kasih. Kami pun bersalaman.

Suarni mengajak penulis naik kerumahnya, rumah panggung, bercat kuning yang tak jauh dari pelabuhan penyeberangan menuju ke Pulau Dutungeng.

" Ada apa ya," tanya Suarni saat saya merapatkan badan di sofa merahnya. Ada dua sofa diruang tamunya. Suarni duduk tepat didepan penulis, sementara Eva, hanya bersandar dipinggir sofa. Badan mereka masih ditutup sarung sampai dada. Namun saat gambarnya ingin diambil, suarni mencegat. " Sebentar, malu, saya pakai baju dulu," katanya. Eva yang rambutnya ikal tak mau dibaju.


Setelah kembali duduk, Suarni lalu menceritakan, kebiasaan Eva. Kebiasaan itu bermula akhir November lalu. Mulanya saat ia selalu memberikan jeriken kosong ke Eva untuk dibawanya saat akan membeli minyak tanah. Jarak penjual minyak tanah dari rumahnya berkisar 500 meter. Suarni tak menyangka, dibalik itu, Eva selalu menghirup jeriken itu.

" Mulai dari situ, setiap pagi, ia selalu mencari jeriken minyak tanah itu di dapur," kata suarni.


Setiap pagi, kata Suarni, saat bangun dari tempat tidurnya Eva langsung ke dapur mencari jeriken hitam bekas tempat oli bapaknya yang selama ini dipakai untuk menyimpan minyak tanah. Lewat lubang penutupnya, Eva memasukkan hidung dan mulutnya dan kemudian menghisapnya. " Ia mengisap sekira tiga sampai empat kali dalam beberapa detik, tidak lama, asal ia sudah hirup, jeriken itu ia simpan lagi," ungkap Suarni.

Tak pernah terlintas dipikiran Suarni untuk melarang anak bungsunya itu. Apalagi omongan para tetangganya yang mengatakan minyak tanah itu juga adalah obat, membuat suarni membiarkan Eva. Bapak Eva, Muh. Jafar pun tidak pernah komplain. " Ia juga biasa saja, tak mau melarang Eva, minyak tanah itu katanya obat" kata Suarni yang memiliki Empat Anak termasuk Eva.

Bapak Eva adalah sopir trek pengangkut kayu. Saat didatangi, Jafar sedang ke Makassar menghadiri resepsi pernikahan keluarganya.

Jeriken yang suka dihirup Eva adalah jeriken bekas tempat oli mobil bapaknya yang dipakai Suarni untuk menyimpan minyak tanah. Jeriken itu berkapasitas 5 liter. Tempatnya berwarna hitam. Minyak Tanah dipakai Suarni memasak jika gas untuk kompornya habis.

Sejak pemerintah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke Elpiji, harga minyak tanah sempat melambung bahkan langka dipasaran. rakyat kecil selalu antri dibuatnya dan pemakaian untuk keluarga pun dibatasi. Sampai sekarang, harga minyak tanah berkisar Rp. 3500.

Kebiasaan Eva itu berlangsung hingga Desember. Suatu ketika, Eva tidak menyadari jeriken yang dihirupnya masih berisikan minyak tanah. Ia mengisapnya kuat-kuat sampai jeriken itu mengempis. Beberapa menit kemudian. dadanya sesak. Mulut tipisnya memutih. Suarni panik.

" Saya panik dan berteriak minta tolong," kata Suarni.

Tetangga dekatnya tak ada yang mendengar teriakannya. Beruntung, salah satu keluarganya lewat. Eva dilarikan ke Bidan yang ada di Desannya. Tak puas, Eva lalu dilarikan ke Puskesmas Pallanro. Puskesmas kemudian merujuknya ke RSU. A. Makkasau, Disana ia dirawat empat hari.




Selengkapnya...

Minggu, 07 Desember 2008

Idul Adha

Mungkin karena semalam begadang, aku ogah-ogahan bangun pagi. Suara takbiran sudah bergema dimana-mana. Orang-orang juga sudah beranjak menuju lapangan abubakar lambogo, tempat sholat Idul Adha dilaksanakan.

Akupun beranjak dari tidur. Mandi dan siap-siap. Jalan sepi, saat aku keluar. Hanya ada satu dua kendaraan melintas. Kupacu sepeda motorku menuju lapangan. Beberapa menit setelah sampai, sholatpun dimulai.
Orang khusuk bersembahyang. Di Mekkah sana, ribuan muslim juga melaksanakan hal yang sama. Ya, Idul Adha juga dikenal dengan Lebaran haji dan Idul Qurban.

Usai sholat, aku tidak sempat menangkap pesan Lebaran. Aku malah asik mencari obyek foto. Saat khutbah ustad masih berceramah, ditengah khutbah, satu persatu orang-orang ninggalin lapangan Batili. Entah apa yang mereka kejar.

Tidak seperti Idul Fitri, usai sholat, tak banyak tangisan warga yang terdengar, kecuali tangisan anak yang dicuekin ortunya saat sholat. Tak ada lagi peluk-pelukan saling memaafkan. Aura Idul Fitri dan Idul Adha memang agak beda.

Usai sholat, sampah-sampah koran berserakan. Orang-orang tidak sadar, bahwa meninggalkan sampah akan memberikan beban tugas pada orang lain. Dan artinya membuat orang-orang itu terlambat pulang hanya karena harus membersihkan sampah dahulu.

Manusia memang tidak sadar, dibalik keceriaan bersama keluarga, ada orang yang disusahkan.

Sampai dirumah, salam-salaman bersama keluarga. Setelah itu, kabur mencari kopi dirumah teman. Aktifitas orang lebih banyak ditempat pemotongan sapi atau kambing. Anak-anak yatim, pun menunggu hadiah daging.
Selengkapnya...