Kamis, 13 Januari 2011

Sepeda

Sudah lama aku memimpikan punya sepeda. Setiap kali melihat orang pakai sepeda, setiap kali itu pula mimpi itu datang. Apalagi jika melihat profil salah satu wartawan idolaku, Wisnu Nugroho yang setia dengan sepeda lipatnya, rasa iri itu muncul. Selalu aku bilang sama teman, suatu saat pasti aku akan punya sepeda.

Saat nonton KIck andy edisi : kami ada, kami beda, yang mengangkat komunitas yang berkembang di Jogja. Dalam edisi itu salah satu Komunitas yang dibahas adalah komunitas sepeda tinggi.

Di Yogyakarta, komunitas “pit dhuwur” selalu mencuri perhatian dan menjadi pemandangan yang unik di jalan-jalan kota. Komunitas ini berawal dari kedatangan sekelompok sirkus bernama Cyclown Circus. Kelompok sirkus tersebut merupakan gabungan pemain sirkus dari beberapa negara, seperti: Italia, Brazil, Argentina, Amerika, dll. Cyclown Circus mengadakan pertunjukkan di Yogyakarta akhir 2006 lalu. Saat itu salah satu seniman sirkus asal Italia, Pierro - membarter sepeda tinggi hasil rakitannya dengan tattoo karya Dhomas Yudhistira a.k.a Kampret, seniman tattoo asal Yogyakarta. Pierro juga mengajarkan bagaimana membangun sepeda tersebut dengan ’mengawinkan’ dua kerangka sepeda yang tidak terpakai yang kemudian dirangkai dengan rongsokan besi. Kehadiran komunitas sepeda tinggi ini sekaligus juga memiliki semangat untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dengan memanfaatkan limbah atau rongsokan tersebut menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat.

Seperti kena setrum, tiba-tiba ide untuk memiliki sepeda tak terbendung. Aku ingat, rongsokan sepeda di rumahku masih ada tersimpan di gudang. Setelah bongkar sana, bongkar sini, aku akhirnya dapat dua batang sepeda. Sepeda Tinggi pun akhirnya aku rancang.

Ide buat sepeda pun diikuti dua teman lainnya, bedanya, jika aku buat sepeda tinggi, mereka malah merancang sepeda lowrider versi otak mereka.

Sejak membuat sepeda itu, banyak kerjaan yang terbengkalai. Ide untuk segera merealisasikan wujud sepeda itu terlalu menggebu-gebu. Besi terus dikumpulkan, alat-alat tambahan pun dicari, dana sedikit demi sedikit mulai terkuras.

Akhirnya setelah empat hari berkutat dengan besi dan las bersama Om "Papua" si tukang las, sepeda tinggi dan dua sepeda lowrider ala temanku pun jadi dan bisa jalan. Ya, akhirnya, mimpi untuk jalan keliling kota dengan sepeda sudah terwujud.

2 komentar:

Imam R mengatakan...

Di Yogya sih enak, jalanannya rata buat sepeda. Lha klau di Enrekang? Apalagi di tempat saya, KEc. Alla.... HAhaha..seminggu sepeda-an bisa buat betis oke...

Sepeda Tinggi Yogyakarta mengatakan...

Masih kan semangat bersepedanya? Salam.