Kamis, 06 September 2007

Menjadi Guru

aku punya kawan yang sekarang jadi guru. Kami dulu sama-sama aktif di Kampus. Dia di Hikmatul Iman dan saya di Sanggar Seni.

Sebenarnya, latar belakang dia bukanlah pendidik. Kami kuliah di IKOPIN dan banyak belajar ekonomi dan koperasi. Tapi dia sekarang guru. Bagi saya itu sebuah lompatan yang menarik.

"Bagaimana rasanya jadi guru," Kata saya.

" bebannya berat juga dan aku kadang malu sama teman-teman," katanya.


Beban karena harus menyesuaikan diri dengan pandangan masyarakat yang memandang guru sebagai orang yang perlu dicontah dan ditiru. " saat ini aku belum bisa menyesuaikan dan kadang merasa bahwa itu terasa berat dijalani, terlebih lagi aku tidak punya latar pendidikan untuk menjadi guru," katanya.

bagi saya, menjadi guru adalah tugas mulia. Ujung tombak yang membangun karakter dan kecerdasan manusia.

Aku pernah mewawancarai guru-guru dikampungku di Enrekang sana. Guru yang ada disana tidak bisa berbuat banyak karena banyak keterbatasan. Dana, Dana, dan Dana.

Guru punya waktu terbatas mengajari siswa. Dari pagi sampai siang. Setelah itu, pak guru itu menjadi kepala rumah tangga yang harus menyalakan kompor rumah tangga. Makanya urusan sekolah diluar jam belajar harus memiliki hitung-hitungan. Tidak ada itu, kami ogah-ogahan.

Dana menjadi persoalan. Menurut guru itu, tanpa dana yang cukup, perkembangan guru dan siswa terbatas.

Teman saya itu sudah tahu bagaimana menjual buku pada siswanya. Guru dikampungku juga sudah tahu kalo UAN sudah dekat, murid harus ikut Bimbingan Belajar dan bayar.





Tidak ada komentar: