Selasa, 19 Oktober 2010

Pesta Adat Limbuang (2)


Dingin masih menyelimuti Desa Limbuang, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang. Satu persatu warga yang membawa ayam Ceppaga mulai berdatangan. Para Tokoh Adat pun sudah ditempatnya melafalkan doa.

Laporan : Naim Muhammad.

Tombak yang telah diarak ke Buttu (Gunung) Limbuang sejak hari pertama Pesta digelar yang disimpan di Balai Pertemuan sudah ditancapkan ke Tanah. Delapan Tokoh Adat Limbuang mulai berdoa dan satu persatu menyucikannya dengan air Nira dan Air kelapa.

Air Nira menjadi perlambang untuk kesuburan tanaman. Air kepala melambangkan air minum untuk para walli. Diantara sesajen yang disediakan itu juga tampak Telur dan Darah Ayam yang telah dipotong.

" Sesajen yang ada didekat tombak itu hanya sebagai perlambang saja," kata Ambo Dia, salah satu tokoh adat yang dituakan di Desa Limbuang.

Usai menancapkan Tombak, Para Ketua Adat itu berbagi tugas. Ada yang bertugas untuk membacakan doa bagi Ayam sebelum dipotong dan ada yang bertugas memotong ayam. Ayam-ayam yang sebagian besar ayam ceppaga itu dibawa warga Limbuang. Ada juga yang datang dari luar desa Limbuang. Bahkan, salah satu warga Limbuang yang lama menetap di Amerika, Irma, datang bersama suaminya yang warga Amerika.

Usai acara potong ayam, kemudian dilanjutkan untuk memotong Kerbau. Dalam prosesi itu, seratus ayam dan satu ekor kerbau dipotong.

Ada yang unik pada saat pemotongan kerbau. Kerbau tidak dipotong menghadap kiblat seperti jika ingin memotong hewan, tapi menghadap metahari terbit.Bagi Tokoh Adat di Desa Limbuang, hal seperti itu sudah menjadi ketentuan To Manurung.

" Ini bukanlah hal yang harus dipertengkarkan secara agama, sebab adat sudah memerintahkan seperti itu," kata Ambo Dia.

Salah satu Tokoh Adat La Idda mengatakan, dalam pesan adat, momotong kerbau menghadap matahari terbit memberikan pesan bahwa segala kehidupan pertama kali dimulai setelah matahari terbit.

" Bahkan, itu perlambang Nabi Adam sebagai manusia pertama yang turun ke Bumi," kata La Idda.

Setelah kerbau dipotong, Penari, Tokoh Adat dan Dayang-dayang menuju tempat Mapadendang dan mulai memukul Alu. Mapadendang selalu disimbolkan sebagai kegembiraan setelah merayakan Panen dan kesyukuran atas suburnya tanah yang diberikan. Usai Mapadendang, Acara berlanjut ke Ayun-Ayunan yang dibuat tinggi.

Para Tokoh Adat, setelah prosesi Mapadendang dan Acara Ayunan Digelar, kembali berkumpul mengitari Tombak dan Benda Pusaka Lainnnya. Ambo Dia yang memimpin Adat mulai membuka tali yang mengikat Tombak. Dayang-dayang sudah berjejeran. Sore yang sudah menjelang mengantar Tombak dan Benda Pusaka Lainnnya diantar kembali ke Rumah Ambo Dia yang selama ini dipercayakan untuk menyimpan benda pusaka itu.

Pesta Adat yang digelar selama dua Hari, Kamis dan Jumat itu akan diperingati lagi tahun Depan. Menjaga kearifan Budaya dan menghargai Alam adalah pesan yang selalu dijaga oleh para Tokoh Adat. Semoga Modernitas tidak menggeser makna Adat yang ada selama ini.

Tidak ada komentar: